STRATIFIKASI
SOSIAL
A.
Pengertian stratifikasi Sosial
Pelapisan
social merupakan terjemahan dari istilah stratifikasi social (social
stratification ). Kata stratification berasal dari kata stratum
(jamaknya : strata, yang berarti lapisan atau berlapis-lapis). Oleh karenanya,
seorang tokoh sosiologi, Pitirim A. Sorokin, menyatakan bahwa social
stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingakt (hierarkis). Selain Pitirim A. Sorokin, banyak ahli sosiologi
yang memberikan definisi tentang stratifikasi social adalah sebagai berikut :
a. Astried
S. Susanto
Astried
menjelaskan bahwa stratifikasi sosial adalah hasil kebiasaan hubungan
antarmanusia secara teratur dan tersusun sehingga setiap orang mempunyai
situasi yang menentukan hubungannya dengan orang secara vertikal maupun
mendatar dalam masyarakatnya. Contoh pelapisan sosial berdasarkan bidang
pekerjaan menurut keahlian, kecakapan, dan keterampilan, seperti pada sebuah
perusahaan terdapat golongan elite, profesional, semi profesional, tenaga
terampil, tenaga semi terampil, dan tenaga tidak terlatih.
b. Bruce J.
Cohen
Bruce
mengemukakan bahwa stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan seseorang
sesuai dengan kualitas dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang sesuai.
Contohnya pelapisan sosial berdasarkan tingkat pendidikannya.
c. Robert
M.Z. Lawang
Robert
menjelaskan bahwa stratifikasi sosial adalah penggolongan orang yang ada dalam
suatu sistem ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan,
priveless, dan prestise. Contohnya pelapisan sosial dalam sistem kasta.
Perwujudannya
adalah adanya kelas-kelas social terdiri atas kelas sosial tinggi (upper
class), kelas social menengah (middle class), dan kelas social rendah (lower
class). Kelas sosial tinggi biasanya dimiliki oleh para pejabat atau penguasa
dan pengusaha kaya. Kelas sosial menegah biasanya meliputi kaum intelektual,
seperti dosen, peneliti, mahasiswa, pengusaha kecil dan menegah serta pegawai
negeri. Kelas sosial rendah merupakan kelompok terbesar dalam masyarakat,
biasanya meliputi buruh dan pedagang kecil. Dasar dan inti lapisan dalam masyaratkat
adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagiaan hak dan kewajiban serta
tanggung jawab nilai-nilai social dan pengaruhnya di antara anggota-anggota
masyarakat.
Lapisan
sosial dalam masyarakat mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan
bersama. Dalam masyarakat tradisional, pelapisan social mula-mula didasarkan
pada perbedaan seks, perbedaan antara yang dipimpin dan pemimpin, serta
keturunan. Dalam masyarakat yang paling sederhana dan homogen, biasanya
pembedaan peranan dan kedudukan relative sedikit sehingga stratifikasi
sosialnya pun sedikit. Pelapisan sosial dalam masyarakat ini didasarkan pada
jenis kelamin, senioritas, dan kekuasaan. Pada masyarakat tersebut, semua orang
yang berjenis kelamin sama cenderung melakukan pekerjaan yang sama. Beberapa
orang mungkin saja lebih dihormati dan lebih berpengaruh daripada orang lain.
Namun, tidak ada kelompok yang memiliki hak-hak yang lebih istimewa daripada
kelompok yang lain.
Sebaliknya
pada masyarakat modern, pelapisan sosial didasarkan pada criteria pendidikan
yang menimbulkan beraneka ragam keahlian atau profesi (pembagian kerja).
Beberapa jenis pekerjaan dihargai lebih tinggi daripada pekerjaan lain. Hal itu
terlihat dari imbalan yang diperoleh orang dari suatu pekerjaan. Lalu,
muncullah orang-orang yang memiliki prestise (wibawa) yang lebih tinggi dan
materi yang lebih banyak. Orang-orang tersebut cenderung berkelompok dengan
sesamanyadan menumbuhkan kelas social tertentu. Akibatnya, pelapisan sosial pun
menjadi beragam dan kompleks.
B.
Faktor-faktor terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial dapat muncul dengan sendirinya sebagai akibat dari proses yang terjadi
dalam masyarakat. Faktor-faktor penyebabnya adalah kemampuan atau kepandaian,
umur, fisik, jenis kelamin, sifat keaslian keanggotaan masyarakat, dan harta
benda. Stratifikasi sosial dalam masyarakat menurut terbentuknya dibagi menjadi
sebagai berikut :
A.
Stratifikasi Sosial yang Terjadi dengan Sendirinya dalam Proses Pertumbuhan
Masyarakat
Landasan
terbentuknya stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya, antara lain:
1. kepandaian;
2. tingkat umur (yang senior);
3. sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang
kepala masyarakat;
4. harta dalam batas-batas tertentu.
Namun
demikian, setiap masyarakat memiliki landasan tersendiri dalam terbentuknya
stratifikasi sosial. Landasan terbentuknya stratifikasi sosial pada masyarakat
berburu tentu akan berbeda dengan stratifikasi sosial pada masyarakat bercocok
tanam. Landasan terbentuknya stratifikasi sosial pada masyarakat adalah sebagai
berikut.
1. Pada
masyarakat berburu, yang menjadi landasan stratifikasi adalah kepandaian
berburu. Jadi, seseorang yang memiliki kepandaian berburu di atas orang lain
dipandang berada pada stratifikasi sosial tinggi.
2. Pada
masyarakat menetap dan bercocok tanam yang menjadi landasan stratifikasi adalah
kegiatan awal membuka tanah di daerah tersebut. Pembuka tanah dan kerabatnya
dianggap memiliki stratifikasi sosial yang tinggi.
B.
Stratifikasi Sosial yang Sengaja Disusun untuk Mengejar Suatu Tujuan Bersama
Stratifikasi
sosial yang sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu biasanya berkaitan
dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi formal. Misalnya,
pemerintahan, badan usaha, partai politik, dan angkatan bersenjata. Pada
stratifikasi sosial jenis ini kekuasaan dan wewenang merupakan unsur khusus
dalam stratifikasi sosial. Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa pokok yang
mendasari terjadinya stratifikasi sosial dalam masyarakat :
1. Sistem stratifikasi berpokok pada sistem
pertentangan dalam masyarakat.
2. Sistem
stratifikasi sosial dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga
masyarakat (prestise dan penghargaan).
b.
Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti
penghasilan, kekayaan, dan keselamatan.
c.
Criteria system pertentangan, yaitu disebabkan kualitas
pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang, atau
kekuasaan.
d.
Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup,
cara berpakaian, perumahan, dan keanggotaan dalam suatu organisasi.
e.
Mudah tidaknya bertukar kedudukan.
f.
Solidaritas di antara individu-individu atau kelompok
yang menduduki kedudukan sama dalam sistem sosial masyarakat.
C.
Akibat Perbedaan Kedudukan dan Peran Sosial dalam
Tindakan dan Interaksi Sosial
Perbedaan tingkat
pendidikan, kekayaan, status atau kelas social tidak hanya memengaruhi
perbedaan dalam gaya hidup dan tindakam. Perbedaan tersebut menimbulkan
sejumlah perbedaanlain dalam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti :
1.
Peluang hidup dan kesehatan,
2.
Peluang bekerja dan berusaha,
3.
Respon terhadap perubahan,
4.
Pola sosialisasi dalam keluarga, dan
5.
Perilaku politik.
1.
Gaya Hidup
Perbedaan kelas social dalam
banyak hal mempengaruhiperilaku dan gaya hidup yang ditampilkan. Perilaku dan
gaya hidup itu, misalnya selera makanan, perawatan kesehatan, cara mendidik
anak, dan hal-hal yang lainnya berkaitan dengan gaya hidup. Gaya hidup dan
penampilan kelas social nenengah dan atas umumnya lebih atraktif dan eksklusif.
2.
Peluang Hidup dan Kesehatan
Robert Chambers (1987)
menemukan bahwa di lingkungan miskin, kesehatan rendah dan rentan. Mereka umumnya
lemah jasmani dan mudah terserang penyakit. Demikian pula, yang dilakukan
Brooks (1975) menemukan bahwa kecenderungan terjadinya kematian bayi ternyata
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kelas social orang tua.
3.
Peluang Bekerja dan Berusaha
Peluang
bekerja dan berusaha antara kelas social rendah dengan kelas social di atasnya
umumnya jauh berbeda. Dengan koneksi, kekuasaan, tingkat pendidikan yang
tinggi, serta uang yang dimiliki, kelas sosial atas relative mudah membuka
usaha atau pekerjaan yang sesuai dengan minatnya. Sementara itu, untuk kelas sosial
rendah mereka umumnya rentan, tidak berdaya, dan kecil kemungkinan untuk bisa
memperoleh pekerjaan yang memadai atau kemungkinan melakukan disversifikasi
kedudukan.
4.
Respon terhadap Perubahan
Kelas
sosial merupakan kelompok yang paling terlambat menerapkan kecenderungan baru,
khususnya dalam cara pengambilan keputusan. Orang-orang dari kelas sosial rendah
umumnya ragu-ragu menerima pemikiran dan cara-cara baru serta curiga terhadap
para pencipta hal-hal baru.
5.
Kebahagiaan dan Sosialisasi dalam Keluarga
Ahli
sosiologi, Easterlin (1973) menemukan bahwa kebahagiaan tidak dipengaruhi oleh
ada atau tidaknya cacat tubuh atau factor usia. Dari semua factor yang
diteliti, kelas sosiallah yang tampaknya memiliki kaitan paling erat. Orang-orang
kaya umumnya lebih mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka sehingga lebih
berkemungkinan untuk merasa bahagia daripada orang-orang yang kurang berada.
6.
Perilaku Politik
Erbe
(1964), Hansen (1975), Kim, Petrocik, dan Eneksen (1975) menyimpulkan bahwa makin
tinggi kelas sosial, makin cenderung individu memiliki ketertarikan di bidang
politik. Mereka cenderung mendaftarkan diri sebagai pemilih, memberikan suara,
tertarik politik, menjadi anggota organisasi yang mempunyai arti penting secara
politis, dan berusaha memengaruhi pandangan politik orang lain.